
Karawang, Lintasbatas.news – Tingginya tingkat pemahaman manusia terhadap peraturan seharusnya dapat meminimalisir terjadinya tindak pelanggaran terhadap peraturan itu sendiri. Jumat (10/03/2023).
Namun, hal ini justru berbanding terbalik, pemahaman terhadap suatu peraturan justru menjadi dasar terjadinya tindakan pelanggaran.
Kekeliruan dalam menafsirkan isi peraturan terkesan disengaja untuk mempertegas alibi/alasan dalam melakukan tindak pelanggaran tersebut.
Seperti yang dilakukan oknum Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Tirtajaya, di wilayah Kabupaten Karawang, yang diduga telah melakukan praktek pungutan liar (pungli) terhadap siswa/wali murid yang dilakukan secara bersama-sama dengan komite sekolah mengatasnamakan sumbangan siswa/wali murid.
Besaran pungli yang mencapai Rp 4 Juta, per siswa. Rp 2,8 juta sumbangan bangunan dan Rp 1,2 juta bayar seragam sekolah.
Oleh beberapa orang tua murid di rasakan sangat memberatkan, karena tidak semua orang tua murid memiliki kemampuan yang sama secara finansial untuk melunasi sumbangan tersebut.
Seperti halnya yang disampaikan salah seorang wali murid kepada awak media, yang merasa keberatan dengan adanya pungutan yang dilakukan oleh pihak SMKN 1 Tirtajaya, melalui komite sekolah.
“Namun, walau dirasakan berat untuk mengeluarkan uang yang besarannya mencapai Rp 3 juta, tapi tetap saja orang tua murid harus melunasi”, ujar salah seorang Wali murid.
Ketika di konfirmasi oleh awak media via pesan singkat, kepala sekolah membenarkan adanya pungutan yang dibebankan kepada wali murid untuk membayar sumbangan kepada siswa.
“Semua penggalangan dana dilakukan oleh komite sekolah dalam bentuk sumbangan setelah dilakukan musyawarah/rapat dengan orang tua/wali siswa dengan didampingi oleh Saberpungli Kabupaten Karawang”, kata Iwan Setiawan, Kepala SMKN 1 Tirtajaya.
Namun, kepala sekolah membantah dan mengatakan bahwasanya hal itu bukanlah pungli, melainkan sumbangan siswa/wali murid untuk kepentingan pembangunan sekolah.
“Memang ada sih pembelian seragam tapi itu di koperasi sekolah, dan itupun tidak dipaksakan, jadi yang mampu beli silahkan beli, tetapi yang tidak mampu juga ga usah beli”, jelas Iwan.
Maraknya pungli berkedok sumbangan harus segera ditertibkan oleh stakeholder agar lembaga pendidikan tidak tercoreng oleh oknum yang tidak dapat membedakan mana yang disebut pungutan liar (pungli) dan seperti apa yang disebut sumbangan. (red)