Karawang, Lintasbatas.News – Konflik sengketa lahan kepemilikan objek wisata Pantai Pelangi yang berada di Desa Sungaibuntu Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang terus memanas.
Kedua belah pihak yang bersengketa sama-sama mengklaim memiliki bukti kepemilikan (alas hak) yang sah, terhadap hektaran tanah yang saat ini sedang disengketakan.
Bahkan, pengelola Pantai Pelangi, Saidah Anwar mengungkapkan, bahwa C Desa Lahan Pantai Pelangi 1681 Persil 320 itu tidak pernah ada alias palsu.
Pasalnya menurut Saidah, lahan Pantai Pelangi yang dimaksudkan Nur Haerun melalui kuasa hukumnya adalah lahan yang dibeli Ending Hamidi dari Kepala Desa Sungai Buntu, Kecamatan Tempuran saat itu, yaitu, Tata.
Apabila kemudian lahan tersebut tidak disertifikatkan, karena statusnya adalah lahan garapan, dimana tertuang jelas dalam Undang -undang Agraria No. 27 tahun 2007, bahwa lahan di sepadan pantai 100 Meter dari titik ombak itu tidak boleh disertifikatkan.
“Pantai Pelangi C Desanya 1681 Persil 320 itu tidak ada, kenapa sudah dibeli tidak dijadikan sertifikat oleh Ending Hamidi ?, karena undang- undang agraria tidak memperbolehkan, karena lahan ini milik negara. Sehingga, bisa jadi C Desa Persil 320 ini palsu, karena tanah tersebut, tanah milik negara ” jelasnya kepada sejumlah awak media beberapa waktu lalu.
Pernyataan Saidah Anwar yang juga anggota DPRD Kabupaten Karawang Fraksi Partai Golkar ini sontak membuat pihak Nur Haerun melalui kuasa hukumnya, Alex Safri Winando SE.,SH.,MH., semakin meradang.
Alex Safri mengaku heran, dengan pernyataan Saidah Anwar yang menyatakan lahan tersebut memiliki sertifikat hak milik (SHM) 03444, namun dalam kesempatan lain di sejumlah pemberitaan justru malah mengatakan bahwa lahan tersebut adalah tanah timbul.
“Dulu dia tidak katakan itu bersertifikat 03444, lalu kenapa disejumlah pemberitaan dia katakan itu ada tanah timbul. Pertanyaannya kemudian, Tanah timbul kenapa kok bisa jadi sertifikat?,” kata Alex Safri, Kamis (20/7/23), dikantornya.
Dijelaskan Alex Safri, lahan Pantai Pelangi dulunya adalah tanah ladang sawah yang kemudian terkena abrasi. Oleh karena itulah, mengapa tanah tersebut, memiliki girik atau letter C Desa.
“Dulu dia mengatakan lahan Pantai Pelangi itu Sertifikat Hak Milik 03444, lalu kenapa sekarang di akui itu tanah garap. Jika Leter C Desa itu dianggap palsu, bukan hak dia mengatakan itu palsu atau tidak, tapi Pengadilan Negeri yang bisa memutuskan itu,” tegasnya.
Diungkapkan, selain melaporkan permasalahan sengketa lahan Pantai Pelangi ke Polisi, saat ini pun pihaknya juga sudah melaporkan Saidah Anwar berupa laporan pengaduan berdasarkan Pasal 108 KUHP.
“Dalam surat kuasa pengelolaan Pantai Pelangi disana tercantum nama Saidah Anwar bergelar SH. Sementara setelah kami cek di Dikti, belum ada gelar di tahun 2014, nah, ini patut diduga gelar palsu,” ujar Alex Safri.
” tahun 2014 Saidah Anwar itu baru kuliah dan di tahun 2018, dia baru wisuda. Gelar akademik dicantumkan ketika sudah di nyatakan lulus,” jelasnya.
Menurut Alex Safri, Persoalannya bukan siapa yang dirugikan atau ada tidaknya pihak yang dirugikan. Namun, tegasnya, dalam pasal 108 KUHP dengan tegas menyatakan, setiap warga negara Republik Indonesia yang melihat adanya kejadian tindak pidana, berhak untuk melaporkan.
“Menurut kami itu salah , apa iya kita biarkan dia memakai gelar sedangkan kuliah saja belum. Sementara orang lain harus belajar bertahun-tahun bisa menyandang gelar akademik. Dan ini jelas adalah dugaan tindak pidana penggunaan gelar palsu. Kami sudah laporkam ke polisi, biar nanti aparat penegak hukum yang membuktikan siapa yang bersalah,” pungkasnya. (Gie)